MK Tolak Batas Waktu untuk Ketua Umum Parpol, Golkar: Partai Sehat Butuh Transparansi
– Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengabaikan tuntutan yang berkaitan dengan batasan lamanya masa jabatan ketua umum partai politik. Terhadap keputusan itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham, berpendapat bahwa posisi di bidang politik tak boleh ditentukan hanya oleh periode waktu saja, tetapi juga harus dilihat dari kemampuan serta kinerja individu dalam mendukung perkembangan partai.
“Begini sepertinya tantangan yang kami hadapi. Kami bukanlah ketua, melainkan wakil ketua umum. Jadi menurut pendapatku begitu,” ujar Idrus saat berada di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, pada hari Kamis (15/5).
Dia menyatakan bahwa kepemimpinan di dalam sebuah parti politik tak bisa dilepaskan dari modal sosial, politik, serta aspek sosiologis yang dimiliki oleh pribadi tersebut.
“Oleh karena itu, jabatan dalam bidang politik merupakan suatu posisi yang tentunya dari segi apa pun—sosial, politik, sosiologi, dan sebagainya—harus dipegang oleh individu-individu yang kompeten. Individu-individu tersebut perlu memiliki berbagai macam modal seperti disebutkan sebelumnya,” jelas Idrus.
Idrus mengatakan bahwa asalkan seorang ketua umum terus menyumbangkan kontribusi positif kepada parti, tak perlu ada batasan waktu untuk masa jabatan mereka.
“Dengan demikian, selama masih dapat memberi kontribusi positif kepada partai, mengapa tidak? Mungkin solusinya akan dicari setelah 1, 2, 3 masa jabatan,” katanya.
Dia malah mendesak untuk mekanisme transisi yang masih memungkinkan peran penting dari ketua umum yang telah lama menjabat, tanpa membentuk persepsi tentang penyalahgunaan kekuasaan. Baginya, opsi lain semacam modifikasi struktural ataupun posisi yang terus menghargai sumbangan mantan pemimpin partai politik tersebut.
“Misalnya saja ada seorang ketua umum yang menjadi ketua Dewan Pembina, atau bahkan ketua dari dewan-dewan lain juga dapat dirancang dengan berbagai cara. Mungkin saja si ketua umum hanyalah sebuah formalitas,” katanya.
Menurut dia, taktik tersebut dapat dijadikan metode untuk menjamin keberlanjutan sambil mengurangi pengaruh individualisme dalam organisasi politik. Akan tetapi, orang itu juga berpendapat bahwa sebuah parti yang kuat haruslah bersifat inklusif dan merangkul seluruh lapisan masyarakat.
“Sesungguhnya partai yang baik harus bersifat transparan. Ini bertujuan untuk meniadakan persepsi akan kekuasaan monopoli. Setiap individu kemudian pada akhirnya akan mendiskusikan kembali bahwa partai tersebut hanyalah milik satu keluarga, misalnya,” jelasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menentukan penolakan terhadap gugatan uji materi dari UU No. 2 Tahun 2011 seputar Partai Politik. Bagian yang diperiksa berkaitan dengan peraturan terkini mengenai masa jabatan Ketua Umum.
“Pernyataan dari Para Penggugat terkait dengan peninjauan pasal 23 ayat (1) dalam UU No. 2 tahun 2011 yang merupakan revisi dari UU No. 2 tahun 2008 tentang PartaiPolitik tidak bisa dipertimbangkan,” kata Ketua MK Suhartoyo, Rabu (14/5).
Post Comment