Anggota DPR: Rancangan KUHAP Harus Perkuat Pengawasan atas Penegak Hukum, Kunci Terwujudnya Sistem Hukum Adil dan Efektif
–Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta menyampaikan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) yang memodifikasi UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kode Etika ProseduralPidana, seharusnya mencakup pembaharuan dalam hal penguatan pengawasan terhadap aparatus penegakan hukum (APH).
Alih-alih mengurangi kewenangan aparat seperti kepolisian dan kejaksaan, menurut dia, RUU KUHAP justru harus mendorong mekanisme pengawasan yang lebih tajam dan efektif terhadap APH. Baik secara internal maupun eksternal.
”Kita tidak akan pernah mereduksi kewenangan aparat penegak hukum, jaksa, polisi, tidak bisa. Tapi ada tapinya. Jika kewenangannya tidak direduksi, apa yang bisa kita lakukan? Pengawasan. Apalagi? Ya, pengawasan,” kata Sudirta seperti dilansir dari
Antara
, Jumat (16/5).
Menurutnya, keluhan warga tentang penyelewengan hak dasar orang dalam tahapan penyelidikan tetap saja banyak. Perhatian yang mendalam serta presisi diperlukan untuk memantau para penyidik dengan lebih baik, sebab peranan pemeriksa internal semacam wasidik (pemantauan oleh penyidik) dirasanya kurang efektif.
”Harus dicari polisi-polisi terbaik yang ada di pengawasan penyidik. Itu untuk memastikan kerja-kerja polisi itu baik dan dapat dipercaya,” ujar I Wayan Sudirta.
Menurutnya selain pengawasan internal, ada pula tiga jenis pengawasan eksternal. Jenis pertama ialah penuntut umum yang bertanggung jawab secara langsung atas berkas perkara sebelum dibawa ke pengadilan.
”Kalau berkasnya tidak lengkap, yang dipermalukan itu penuntut umum. Maka dia adalah pengawas garda terdepan bagi penyidik,” ungkap I Wayan Sudirta.
Kemudian yang kedua menurutnya adalah adanya pengawasan dari kalangan masyarakat yang bisa dilaksanakan lewat media massa, para tokoh masyarakat, serta pakar hukum. Dia berpendapat bahwa dengan terbuktnya kerapatan informasi dalam institusi polri maka akan menciptakan area bagi pihak umum untuk melakukan pemantauan.
“Ketiga, pengawasan ekstra diperlukan. Pasang CCTV di area pemeriksaan. Ini bukan saja untuk menerangi jalannya proses, tetapi juga dapat berfungsi sebagai alat penilaian langsung atas pelanggaran yang terjadi,” tegas I Wayan Sudirta.
Dia mengingatkan, efektivitas CCTV juga tergantung pada ketegasan tindak lanjut. Karena jika ada pelanggaran yang terekam, harus ada kejelasan tindakan selanjutnya.
“Jika benar-benar baik, berikan apresiasi. Jika melanggar aturan, jangan dibiarkan,” ungkap I Wayan Sudirta.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Prof. Dr. Suparji Ahmad menilai RUU KUHAP merupakan suatu keniscayaan bagi perubahan penegakan hukum di Indonesia. Hal ini mengingat KUHAP yang berlaku telah berusia 44 tahun dan tidak lagi mengakomodasi perkembangan teknologi, budaya hukum, berbagai putusan serta lainnya.
Menurut Suparji, Rancangan Undang-Undang Kitab Unsur Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) disusun berdasarkan keperluan filsafat hukum guna memadukan prinsip-prinsip keadilan restoratif serta rehabilitasi yang saat ini merupakan inti dari versi terbaru KUHAP.
“Sementara itu, dari perspektif sosiologi, KUHAP lama sudah kurang sesuai dengan perkembangan hukum serta kebutuhan masyarakat saat ini, khususnya dalam hal penyesuaian bukti digital. Dari segi aspek hukum pula, berbagai ketentuan di KUHAC memerlukan penyempurnaan agar sejalan dengan regulasi-regulasi terkini,” jelas Suparji.
Suparji menggarisbawahi bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Kode Hukum Acara Pidana bakal memiliki dampak besar pada semua kelompok masyarakat, tidak cuma para petugas penegakan hukum. Sebab itu, sikap hati-hati, teliti, serta peduli terhadap rancangan tersebut sangat penting.
“Melihat adanya perubahan signifikan dalam semangat serta prinsip-prinsip yang dianut, pendekatan mengganti seluruh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinilai lebih sesuai dibandingkan hanya merevisi sebagian saja. Tujuannya adalah untuk menjamin keterpaduan dengan filsafat hukum restorative dan rekamatis,” terangkan Suparji Ahmad.
Suparji menyebutkan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Acara Pidana mencoba untuk mendukung kemajuan jaman dengan mengizinkan penyidik melakukan rekaman selama proses penyelidikan. Dasarnya adalah membentuk sistem peradilan yang terbuka, bertanggung jawab, serta memiliki integritas.
Risiko pemanfaatan tidak sah dari rekaman harus dihindari dengan mengonfirmasikannya hanya digunakan untuk tujuan hukum.
“Kehadiran CCTV dianggap pula sebagai langkah untuk memantau jalannya investigasi supaya tetap bersifat humanis serta menghargai hak-hak azazi manusia,” ungkap Suparji Ahmad.
Salah satu aspek utama dari Rancangan Undang-Undang KUHAP adalah memperkuat peranan pengacara dalam melindungi hak-hak warga negara yang sedang diselidiki. Prinsip terbukanya informasi serta pertanggungjawaban juga diutamakan guna menghindari perlakukan keras pada tahap penyelidikan tersebut.
Oleh karena itu, menurut Suparji, harapannya adalah RUU KUHAP dapat mengintegrasikan aspek-aspek tersebut.
predictability, fairness
, dan keseimbangan. Sinkronisasi dan harmonisasi dengan hukum acara sektoral lain menjadi krusial untuk membangun kepastian hukum dan menghindari tumpang tindih regulasi. Kejelasan mengenai batasan waktu penyelidikan dan penyidikan juga penting untuk menghindari ketidakpastian hukum.
Selain itu, RUU tersebut menekankan pentingnya keadilan restoratif yang dianggap sebagai suatu kebutuhan yang harus ditingkatkan, melihat dari pelaksanaannya pada beragam jenjang penegakan hukum serta kaitannya dengan prinsip diversifikasi dalam sistem pengadilan anak.
“Di luar efisiensi serta mengurangi bobot beban institusi penjara, pendekatan hukuman restorative juga dinilai lebih cocok dengan tujuan sanksi yang bertujuan untuk memperingatkan dan mendidik. Akan tetapi, pelaksanaannya perlu ditegaskan dari sudut pandang hukum, tidak boleh bersifat transaksional,” tegas Suparji.
Menurutnya, Undang-Undang tentang Kitab Unsur-unsur Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) akan memiliki dampak signifikan terhadap polisi, jaksa, serta institusi peradilan. Persempitan durasi dan penyebab penahanan diharapkan dapat memberikan lebih banyak transparansi.
criminal justice system
yang terpadu perlu diimplementasikan dengan mekanisme saling kontrol, bukan saling membenarkan.
Diharapkan DPR benar-benar memenuhi harapan rakyat sambil tetap menjaga keterbukaan dan logika. Sikap bermartabat dari wakil-wakil rakyat serta pihak pemerintahan saat mendiskusikan Rancangan Undang-Undang KUHP amatlah vital karena hukum ini mencerminkan kesepakatan bersama masyarakat.
”Transparansi dan akuntabilitas dalam proses pembahasan juga krusial,” tutur Suparji Ahmad.
Suparji menegaskan, selain
political will, political commitment
, dan
political action
, keinginan dari para ketua umum partai politik juga diidentifikasi sebagai faktor yang signifikan dalam proses legislasi. Fenomena dominasi partai dalam pengambilan keputusan di parlemen dapat memengaruhi dinamika pembahasan dan akomodasi kritik.
Post Comment