OPINI: Ketika Efisiensi Anggaran Bertabrakan dengan Realita

Home » News » OPINI: Ketika Efisiensi Anggaran Bertabrakan dengan Realita


,

JAKARTA – Rilisan BPS pada awal April tahun 2025 membawa pesan penting: peningkatan dalam sektor pengeluaran pemerintah merosot secara signifikan di triwulan I/2025.

Bandingkan dengan masa yang sama di tahun sebelumnya,
belanja
Pemerintah menunjukkan penurunan sebesar 1,38% secara tahunan (year-on-year) yang terlihat jelas dibandingkan dengan pencapaian 19,90% pada kuarter pertama tahun 2024. Penurunan tersebut tidak hanya merupakan data statistik biasa; angka ini juga menjadi indikator kelemahan dalam pengeluaran fiskal ketika ekonomi nasional sangat memerlukan dukungan stimulus dari pihak negara.

Phenomenon ini tak lepas dari kebijakan efisiensi anggaran yang dirumuskan dalam Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Aturan itu mengharuskan semua Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah melakukan evaluasi ulang pada dana mereka, mencabut program-program yang dinilai kurang penting, lalu mentransfer alokasi dana ke bidang-bidang yang lebih vital.

Misi yang luhur adalah agar setiap rupiah yang dikeluarkan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada publik. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa implementasinya justru menghasilkan efek samping berupa penundaan pengeluaran serta kelumpuhan pada roda perekonomian di awal tahun.

Proses pengecekan anggaran yang dikerjakan juga membutuhkan waktu cukup lama. Berbagai unitkerja di kementerian serta daerah wajib menantikan petunjuk teknis, menyempurna dokumen perencanaannya, sampai merombak kontrak kegiatannya. Sehingga, pengeluaran pemerintah yang semestinya bisa dimulai dari kwartal awal tahun malah terkendala pada sistem birokrasi. Penyortiran alokasi anggaran yang diinginkan untuk lebih fokus ternyata masih kurang efektif dalam pelaksanaannya.

Bukan baru sekali ini masalah efisiensi anggaran menjadi sorotan. Tahun 2016 lalu, pihak berwenang memutuskan untuk merampingkan pengeluaran hingga Rp64,71 triliun agar bisa menjaga tingkat defisit. Akibatnya, kenaikan total pembelanjaan oleh pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) turun drastis sebesar 0,14%, sangat jauh dari target awal di 5,31%.

Pengalaman itu membuktikan bahwa kebijakan fiskal yang diterapkan dengan terburu-buru dan tidak memiliki perencanaan fiskal yang baik dapat merugikan pertumbuhan ekonomi, khususnya pada periode waktu singkat.

Keadaan ini muncul lagi pada tahun ini. CORE Indonesia telah mengubah perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi hingga tahun 2025, memperkirakan angka tersebut turun dari rentang antara 4,8%-5,0% menjadi hanya 4,6%-4,8%. Penurunan dalam peramalan ini disebabkan oleh penundaan dalam belanja pemerintahan, suatu faktor yang semestinya dapat mendukung kemajuan ekonomi. Ini dikarenai oleh investasi swasta yang tetap hati-hati serta pemulihan konsumsi rumah tangga yang belum lengkap.

AKTIFKAN STIMULUS

Untuk merangsang perkembangan ekonomi, pemerintah harus menghidupkan kembali kebijakan fiskal sebagaisalah satu alat stimulatif. Pada titik ini, skema oleh pemerintah untuk melepaskan penguncian dana belanja adalah langkah yang sesuai. Akan tetapi, sangatlah vital agar pelaksanaannya diarahkan kepada aspek-aspek yang dapat memberikan dampak ganda bagi kondisi ekonomi secara keseluruhan.

Secara singkat, fokus pertama harus dibebankan pada skema-skhema yang dengan langsung memperkuat kemampuan konsumsi orang-orang. Program bantuan sosial (bansos), insentif untuk energi terjangkau, serta dukungan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) adalah beberapa bentuk pengeluaran yang efektif karena berdampak lagsung pada kebutuhan hidup rakyat setiap hari. Di lain pihak, dalam periode sedang sampai panjang, otoritas publik wajib melanjutkan alokasinya pada bidang-bidang esensial tersebut. Pendidikan dan pelatihan tenaga kerja, sistem kesehatan, sarana pendidikan, serta fasilitas dasar produksi juga penting sebagai tujuan pokok.

Walaupun begitu, seluruh strategi peningkatan pengeluaran ini pastinya mengharuskan adanya ruang anggaran yang cukup. Tantangan terbesarnya ada di sini: bagaimana pemerintah bisa meningkatkan pendapatan nasional dengan cara yang berkesinambungan tanpa memberatkan golongan masyarakat berpendapatan rendah? Salah satu solusi yang patut dipertimbangkan ialah implementasi pajak pembayaran tak terduga atau windfall tax. Sektoral seperti tambang, energi, serta kelapa sawit kerapkali mendapat keuntungan signifikan karena naiknya harga barang-barang komoditi dunia. Pada kondisi semacam itu, negara punya alasan kuat untuk merogoh sebagian profit tidak biasa mereka demi pembiayaan belanja umum yang bersentuhan langsung pada banyak aspek sosial ekonomi.

Sebaliknya, meningkatkan pengawasan atas tindakan mengelabikan pajak juga sangatlah vital. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan tingkat minimal pembayaran pajak yang efektif untuk perusahaan besar, sehingga sumbangan mereka kepada keuangan negara akan lebih seimbang tanpa perlu menaikkan tarif secara langsung. Melalui cara ini, pendapatan negara dapat dinaikkan dengan adil dan terkontrol, mendukung anggaran pemerintah tanpa memberi beban tambahan berarti kepada golongan masyarakat yang rawan.

Langkah-langkah ini memang tidak akan menghasilkan lonjakan penerimaan dalam semalam. Namun, bisa menjadi opsi setidaknya dalam jangka pendek hingga menengah. Lebih dari itu, strategi semacam ini memberi pesan yang jelas bahwa negara hadir tidak hanya untuk mengatur pengeluaran, tetapi juga untuk memastikan pembiayaan pembangunan dilakukan secara adil dan merata.

Pada akhirnya, efisiensi anggaran adalah langkah penting, tapi bukan satu-satunya jawaban. Dalam konteks ekonomi yang tengah mencari momentum, efektivitas belanja jauh lebih mendesak. Pemerintah harus mampu menyeimbangkan antara menjaga disiplin fiskal dan tetap proaktif dalam belanja produktif. Strategi fiskal yang cermat, dengan tata kelola yang baik dan sumber pendanaan yang berkelanjutan, akan menjadi fondasi utama agar efisiensi tidak berimplikasi pada perlambatan ekonomi. Sebab dalam dimensi ekonomi tertentu, terlalu hemat di waktu yang salah bisa lebih merugikan daripada terlalu boros di waktu yang tepat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright 2025 SLOT INSIDER
Powered by WordPress | Mercury Theme