.CO.ID – JAKARTA.
Grab Indonesia buka suara terkait wacana pengubahan status mitra pengemudi ojek online (ojol) menjadi pekerja tetap.
Sebagai informasi tambahan, Kementerian Tenaga Kerja sedang mempertimbangkan untuk merubah status pengemudi ojek online dari mitra menjadi pegawai tetap. Menurut perusahaan, hal itu dapat meniadakannya fleksibilitas dalam bekerja yang sebelumnya merupakan daya tarik besar bagi sistem kemitraan.
Tirza Munusamy, Chief of Public Affairs Grab Indonesia, menyatakan bahwa model kemitraan memberi keleluasaan bagi pengemudi untuk mengatur waktu kerja sesuai kebutuhan dan membuka peluang bagi siapa pun untuk mendapatkan penghasilan tambahan secara mandiri.
“Bila mitranya diklasifikasi menjadi pekerja tetap, maka fleksibelnya sistem akan berkurang. Nantinya mereka harus mengikuti peraturan-peraturan tertentu seperti jadwal bekerja, ambang umur maksimal, standar prestasi kerja, dan juga ada pembatasan jumlah mitra yang bisa mendaftar ke platfom tersebut,” papar Tirza kepada , Minggu (4/5).
Menurutnya, jumlah mitra yang bisa berpartisipasi menjadi cukup terbatas, hanya kira-kira 10-20% dari total mitra yang sudah mendaftar. Ini pasti akan mempersempit peluang banyak orang dalam meningkatkan kondisi finansial mereka lewat layanan daring tersebut.
“Selain itu, dampaknya tak hanya akan dialami oleh mitra pengemudi saja, namun juga berpengaruh terhadap banyak UMKM yang mengandalkan pelayanan dari GrabFood, GrabMart, serta sebagian lainnya,” jelasnya.
Selain itu, apabila sudah berstatus sebagai karyawan tetap, Mitra Pengemudi tidak bisa lagi memilih waktu bekerja atau jenis layanan sesuai keinginannya, sebab perusahaan nantinya yang akan menentukan jadwal dan posisi kerja mengikuti keperluan operasional.
Di samping itu, terdapat sejumlah syarat administrasi serta kualifikasi spesifik yang wajib dipatuhi berdasarkan permintaan perusahaan. Dia menyebutkan bahwa pada tahap ini, setiap orang dapat mengajukan diri, mulai bekerja tanpa adanya pembatasan waktu, dan memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghasilan dengan cara independen.
“Kemudian, pendapatan pun akan berbentuk gaji tetap yang jumlahnya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan perusahaan, yang mungkin berbeda dari potensi pendapatan dinamis yang sebelumnya bisa diperoleh saat bekerja secara fleksibel sebagai Mitra,” jelasnya.
Selanjutnya, berkaitan dengan ide Kementerian Koperasi dan UMKM yang mempertimbangkan untuk menempatkan pengemudi online dalam kategori pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Grab menyampaikan pandangan bahwa konsep ini perlu diperhitungkan karena sesuai dengan tujuan digitalisasi serta pemberdayaan ekonomi.
Walaupun sampai sekarang perusahaan belum mendapatkan rincian spesifik tentang rencana tersebut, mereka tetap merespon positif terhadap diskusi yang menunjuk ke arah kerjasama di antara Mitra Pengemudi dan bidang Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Grab menemukan ada persamaan nilai di antara kedua pihak, terkhusus mengenai sifat yang mudah beradaptasi, jiwa pengusaha, serta usaha untuk membangun kemerdekaan finansial.
“Para pengemudi yang berstatus UMKM memiliki kesempatan untuk mendapatkan kredit bersubsidi, pelatihan, serta pemajuan kemampuan dari pihak pemerintahan,” terang Tirza. Dia juga menyebut bahwa kerjasama antara sektor publik dan swasta bisa lebih meningkatkan perkembangan ekonomi digital di Indonesia.
Grab turut membantu para pemilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) serta mitra pengemudinya dengan menghadirkan sejumlah program pelatihan digital, pendidikan tentang pasar, dan peningkatan ketrampilan yang bisa diakses melalui platfom GrabAcademy.
Dengan adanya dua pandangan yang berbeda, Grab memandang bahwa strategi untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) cocok dengan sifat bisnis dan persyaratan para mitra pengemudinya. Pendekatan ini dianggap dapat menyediakan proteksi yang lebih responsif tanpa harus mengurangi fleksibilitas pekerjaan mereka.