Panggilanku dalam Tugas: Refleksi pada Minggu Panggilan

Home » News » Panggilanku dalam Tugas: Refleksi pada Minggu Panggilan

Jabatan merupakan rahmat Allah, bukan prestasi.

Bekerjalah melebihi panggilan tugas

Bekerjalah dengan hati

Telah beribu-ribu kali aku menyertai misa, namun baru-baru ini setelah mulai cukup rajin menuliskan refleksi harianku, makna dari tema misa serta bacaaannya baru benar-benar terserap dengan baik, tidak lagi melintas begitu saja dari telinga kiriku menuju telingaku yang kanan.

Pada Minggu tanggal 11 Mei 2025, topik utama misa akan membahas mengenai ‘panggilan’, sedangkan pada minggu sebelumnya pembahasan berpusat pada ‘dipilih, disayangi, dan dikirimkan’. Saya merasa bahwa tema ini telah beberapa kali dibicarakan dalam misa-misa sebelumnya selama bertahun-tahun terakhir. Namun sayangnya, hal tersebut hanya dilewati tanpa banyak penjelasan lebih lanjut.

Akan tetapi, sesudah mulai secara konsisten menulis refleksi harian, topik Misa untuk dua Minggu Terakhir ini, yang barangkali telah pernah saya dengar sebelumnya, menjadi lebih segar dalam pandangan.

Homili oleh Romo Mateus Seto Dwiadityo, Pr di Gereja Katedral Semarang mengingatkan saya bahwa istilah pemangkalan tidak terbatas pada menjadi imam, biarawan, atau biarawati saja. Bahwa hidup dalam keluarga pun termasuk sebagai sebuah panggilan.

Pada hari Minggu, tanggal 11 Mei 2025, kita merayakan bukan hanya Hari Paskah Keempat, tetapi juga perayaan Hari Doa Panggilan Sedunia yang telah mencapai tahun ke-62. Menghadiri misa untuk perayaan tersebut menginspirasi pemikiran saya tentang bagaimana pekerjaan yang sedang saya lakukan saat ini sebenarnya adalah sebuah panggilan dari Tuhan.

Apabila saya hubungkan pekerjaan saya dengan panggilan hidup saya serta merujuk pada tema misa pada tanggal 4 Mei 2025, maka secara esensial dapat dikatakan bahwa saya telah dipilih oleh Tuhan untuk menempuh serangkaian karir yang pernah saya jalani. Saya diberi kesempatan mengerjakan bidang terkini ini karena dicintai-Nya. Melalui jabatan profesional saya saat ini, saya diutus olehNya guna menyebarkan pesan kebaikan kepada seluruh manusia lewat jalan kerja saya tersebut.

Profesi Sebagai Panggilan: Melebihi Tanggung Jawab Profesional

Misa pada tanggal 4 dan 11 Mei 2025 membawa ingatan tentang individu dalam karier saya yang melaksanakan tanggung jawab mereka melewati batasan normal pekerjaannya. Dalam kehidupan pribadi kita tentunya sering kali bertemu dengan orang-orang yang menjalani kewajibannya lebih dari sekadar tuntutan profesinya.

Orang-orang semacam ini bersikap baik terhadap kita tanpa menginginkan pertukaran apapun. Selain dari individu-individu yang akan saya sebutkan beserta tindakan-tindakannya, masih ada pula orang lain yang berbaik hati pada saya namun dengan tujuan mendapatkan keuntungan kembali. Ciri-cirinya cukup jelas: ketika kami bertindak di luar dugaan atau ekspektasi mereka, mereka bisa saja menjadi musuh kita.

Keseimbangan Antara Kerja dan Kehidupan Pribadi: Pesan yang Menggetarkan

Pertama kali seseorang dalam karier profesional saya yang melaksanakan tanggung jawab lebih dari apa yang menjadi kewajiban mereka adalah sang manajer ketika saya bekerja di suatu gerai buku. Dia sering menekankan kepada saya akan kepentingan seimbangan antara hidup pribadi dan profesi, terutama karena saya cenderung merupakan jenis orang yang obsesif dengan pekerjaan atau dikenal sebagai workaholic.

Ketika saya berada di toko buku itu, saya rutin bekerja setiap harinya selama tujuh hari dalam satu minggu dengan durasi kira-kira 10 jam per hari, sepenuhpnya atas kemauan sendiri tanpa adanya tekanan ataupun persyaratan dari pihak manajemen. Benar-benar terasa ada sesuatu yang kurang ketika saya tidak masuk tempat kerja.

Saya tetap mengingat nasihatnya agar saya berpartisipasi dalam aktivitas gereja, misalnya dengan bergabung di Organisasi Pemuda Katolik atau Orang Muda Katolik.

Pada saat saya meninggalkan toko buku itu, dia merasa sangat kesal. Dia ingin agar saya terus melanjutkan pekerjaan di toko buku yang dipimpinnya. Namun, ketika tiga tahun kemudian saya mengirim undangan perkawinan kepada orang-orang, saya masih membayangkan kata-kata beliau: “Anda kini tidak hanya menjadi bagian dari perusahaan atau diri Anda saja, tapi Anda juga termasuk bagi pasangan calon istri dan potensial anak-anak Anda. Oleh karena itu, jangan fokus hanya pada prioritas perusahaan maupun kebutuhan pribadi Anda. Perhatikan juga apa yang penting untuk keluarga.”

Surat tersebut sepertinya melebihi tanggung jawab yang semestinya dia emban sebagai atasanku atau mantan atasku. Sangat luar biasa. Surat itu terus-menerus mengingatkanku tentang cara aku harus memperlakukan bawahanku. Sebagai seseorang yang cenderung fokus pada pekerjaan dan hasil seperti diriku, surat itu serupa dengan pengingat agar juga bisa menjadi pemimpin yang lebih peduli kepada orang-orang di bawah naungan ku. Bagi sosok workaholic macam aku, hal ini mirip perintah untuk mulai mencurahkan perhatian pula pada keluargaku.

Pesan singkat dari dulu bos saya sebenarnya memiliki pengaruh besar pada hidupku. Berita positif telah disampaikan kepada saya. Pesan untuk mengimplementasikan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dengan baik juga sudah dibagikan kepada saya.

Perhatian pada Kesejahteraan Finansial

Orang kedua dalam lingkungan kerja profesional saya yang luar biasa peduli dengan tanggung jawab dan aturan adalah bekas pimpinan saya ketika bekerja di suatu pabrik tas. Dia amat mengkhawatirkan kondisi finansial keluargaku. Ketika istriku meninggalkan pekerjaannya, upahku naik sebanyak pendapatan beliau. Pada waktu istrimu bersalin, pemimpin masa lalu tersebut menebus insentif yang semestinya dibayarkan pada tengah tahun sebagai pembayaran lebih awal di awal tahun. Se-sepele itu saja. Dia selalu sadar akan batasan ekonomi kami yang sempit.

Ini berlainan dengan institusi tempat saya bekerja sebelumnya. Ketika saya sedang menjaga izin tanpa upah dikarenakan penyakit serius, serta sesaat setelah saya memilih untuk mundur dari pekerjaan tersebut, saya diberikan aturan dari pihak pemerintahan oleh manajer personel di lokasi kerja saya. Bila periode waktu beberapa bulan telah lewat dan saya belum dapat kembali melaksanakan tugas, maka seperti penjelasannya tentang regulasi pemerintah, saya akan dipindahkan statusnya menjadi PHK meskipun kondisi tubuhku pada masa itu sangat rentan akibat sakit.

Dalam organisasi yang sama, ketika saya memberitahu atasan bahwa akan berhenti bekerja dan menyebutkan kewajiban ikatan dinas yang belum terselesaikan, dia cepat-cepat berkomentar kalau ia tak peduli soal ikatan dinas atau denda yang perlu dibayar. Justru, dia minta agar izinnya dikabulkan supaya nomor identifikasi profesinya bisa dipertahankan oleh organisasi itu meski dirinya telah resmi pensiun. Saya sendiri datang cuma ingin bersikeras untuk mengundurkan diri tanpa harapan mendapat dukungan lebih lanjut darinya, sebab di mata saya sang pemimpin ini sudah banyak membantu karir saya selama ini.

Saya bersedia membiarkan mereka menggunakan nomor induk profesi tersebut, namun sebagai pemimpin, para pejabat di organisasi itu harus sadar bahwa saya telah pensiun lebih cepat daripada waktunya, sehingga keuangan saya menjadi terganggu. Tanpa kesempatan kembali bekerja full-time bagi organisasi mereka nantinya setelah pensiun, serta tak memiliki nomor induk profesi, otomatis saya tidak bisa melanjutkan karier serupa di tempat kerja manapun.

Betapa sempurnanya apabila pemimpin tersebut tak hanya menanyakan nomor induk profesi saya untuk digunakan dalam proses akreditasi lembaganya oleh pemerintah, namun juga berjanji bahwa bila suatu saat nanti saya telah pulih sepenuhnya dan berniat melanjutkan karier, saya boleh mendaftar kembali dan pastinya akan direkrut menjadi pekerja full-time. Sebaliknya, bilamana posisi kami tidak dibutuhkan lagi, dia bersedia membantu mengurus ulang kartu profesional saya sehingga saya bisa melanjutkan profesionalku di perusahaan atau institusi lain tanpa hambatan.

Sebagai penambah informasi, pemimpin utama ini turut membantu perkembangan karier saya. Semoga kebaikan beliau tak dinilai dengan cara yang bersifat transaksional ketika dia memohon agar nomor identifikasi pekerjaan saya terus dipakai oleh organisasi tersebut. Kemudian, semoga harapan beliau supaya nomor identifikasi pekerjaan saya masih dimanfaatkan sesuai aturan pemerintah, bukan lantaran anggapan bahwa saya sengaja menyebabkan diri sakit hanya demi bisa beralih ke perusahaan lain. Harapan selalu ada demikian.

Saya dengan sengaja membandingkan kedua pemimpin dari dua organisasi yang berbeda itu. Tujuannya ialah supaya tanggung jawab mantan supervisor saya di pabrik tas tentang kondisi finansial stafnya diluar norma-norma pekerjaan dapat mencerminkan peduli yang lebih besar daripada hanya menjalankan tugas dan regulasi saja pada perusahaan tempat dia bertanggungjawab.

Pembimbing yang Penuh Perhatian

Orang ketiga yang menarik perhatianku karena kerja keras melebihi tanggung jawab pekerjaannya ialah dosen pemanduku dalam penulisan skripsi waktu studiku di luar negeri. Dia tak cuma memenuhi kewajibannya sebagai dosen pembimbing, tapi juga sering kali membawaku jalan-jalan ke berbagai tempat di sekeliling universitas tersebut. Lebih dari itu, beliau pun rutin mengundangku untuk makan malam di rumahnya setiap sepuluh hari sekali.

Dia sangat mengerti tentang jumlah biaya kuliah yang harus saya bayarkan, jadi mulai dari pengurusan fotonya hingga merencanakan pesta kecil pada hari wisuda, dia tanpa meminta izin langsung bersama temannya menawarkan bantuan untuk merekam momen penting dalam ujiannya serta menyelenggarakan perayaan sederhana tersebut. Sangat luar biasa. Aku tak bisa melakukannya sebagaimana dirinya telah lakukan.

Profesi adalah Rahmat

Banyak orang mengira bahwa posisi seperti manager, direksi, atau professor dalam bidang pendidikan dan pekerjaan pemerintahan merupakan pencapaian. Apabila kedudukan tersebut dilihat sebagai suatu keberhasilan, hal ini umumnya akan memicu seseorang untuk melaksanakan kewajiban mereka dengan etos kerja yang tinggi serta menaati peraturan.

Bedanya kalau posisi itu diartikan sebagai karunia dari Tuhan, sikap yang timbul biasanya adalah kita ingin menyebarluaskan juga karunianya ini yang terwujud lewat posisi atau jabatan yang kita miliki. Ketika kita menganggap posisi sebagai anugerah Tuhan, hal itu dapat membawa pandangan baru dimana posisi menjadi sebuah misi yang datangnya langsung dari-Nya; bahwasanya kita telah dipilih oleh Tuhan untuk menjalankan fungsi tersebut, dikasihi-Nyalah hingga memberikan peluang kepada kita bertindak pada posisi tertentu, serta ditugaskan untuk menyebarkan pesan positif dengan cara melebihi kewajiban kerja formal, melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati, dan selalu peduli terhadap nasib bawahan demi menciptakan kondisi hidup sejati baik secara fisik maupun rohani saat mereka bekerja.

Penutup

Walaupun telah begitu larut malam, namun aku merasa syukur karena mendapatkan pengalaman luar biasa dari kedua topik khotbah itu. Sudahkah aku dapat mewujudkannya? Jauh sekali rasanya jika kita bandingkan dengna tiga figur yang menjadi teladanku sebelumnya. Aku masih belum banyak berubah; masih terpaku pada pedoman-pedoman resmi perusahaan ataupun organisasi serta cenderung mengejar keuntungan diri sendiri sebagai pemimpin entitas tersebut daripada prioritas pegawai-pegwainya. Kini, ku akui bahwa idealisme sempurna masih menjauhi diriku, tapi semoga doa refleksiku ini senantiasa membimbing perilaku dan langkah-langkahku. Amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright 2025 SLOT INSIDER
Powered by WordPress | Mercury Theme