Warga Negara Indonesia Jadi Korban TPPO di Kamboja, Deputi Menlu: Kurangnya Kerjasama Proteksi Membuat Kita Terancam

Home » News » Warga Negara Indonesia Jadi Korban TPPO di Kamboja, Deputi Menlu: Kurangnya Kerjasama Proteksi Membuat Kita Terancam


, DENPASAR –

Christina Aryani, Deputi Menteri Perlindungan Tenaga Kerja Migrant Indonesia (P2MI), berbicara mengenai peningkatan jumlah warga negara Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia di Kamboja serta kasus kematian mereka.

“Meninggalnya sedikit, cuma dua orang saja, tapi kasus tersebut menjadi besar sehingga muncul banyak berita bohong. Akibatnya, tampak seperti jumlah korban meninggal lebih banyak. Yang jelas disana tak ada perlindungan untuk aktivitas perjudian daring atau penipuan daring karena hal-hal semacam ini tentu melanggar aturan pemerintah Indonesia,” ungkap Wakil Menteri Christina setelah mengunjungi kapal pesiar dan bertemu dengan tenaga kerja asing dari Bali pada hari Sabtu, tanggal 26 April 2025.

Dia menyebutkan pula bahwa mereka tidak memiliki kesepakatan apapun dengan Kamboja terkait penempatan tenaga kerja migran Indonesia di negara tersebut.

Jika ditempatkan, terdapat beberapa skema; yang pertama adalah skema G2G di mana kedua pihak pemerintahan terlibat dan memberikan tingkat keamanan tertinggi, mengingat partisipasi dari kedua belah pemerintah untuk memastikan pelaksanaan perjanjian tersebut.

Selanjutnya, Anda dapat melalui perusahaan penyedia jasa kerja luar negeri yang resmi. Ini pun akan memastikan keamanannya karena perusahaan tersebut bertanggung jawab dan sudah terdaftar secara sah.

“Jika terjadi hal-hal negatif, mereka lah yang menjadi target kami. Untuk penempatan-penempatan tanpa perjanjian semacam ini serta wilayah operasional yang illegal dan berisiko hukuman pidana karena tidak memungkinkan mengirim warga negara Indonesia untuk bekerja dalam bidang penipuan, maka itu adalah saran yang tidak direkomendasikan,” tambah Wakil Menteri P2MI, Christina Aryani.

Dia menjelaskan bahwa baru-baru ini telah melaksanakan evakuasi sebanyak 500 warga negara Indonesia. Bahkan, Kementerian Luar Negeri sudah mendapatkan dan menggunakan tiga pesawat charter khusus untuk membawa mereka pulang ke tanah air.

Namun menurut kabar, dua hari kemudian, dua pesawat lain mendarat di tempat yang sama (terdapat pengiriman sejumlah besar tenaga kerja migran).

Oleh karena itu, saya merasa bingung setelah mendengarnya; kita hanya dapat memberikan dukungan dengan terus menyampaikan pesan-pesan tersebut. Selain itu, kami bekerja sama dengan Imigrasi agar aturan keluarkan negara menjadi lebih ketat khususnya bagi mereka yang berencana pergi ke luar negeri,” jelas Wakil Menteri Christina. “Semoga di masa depan, kita dapat menurunkan angka kasus TPPO dan PMI tanpa prosedur secara signifikan, meskipun tentunya masih ada beberapa hal baik dalam situasi ini.

Ia pun mencontohkan, “seperti tadi kita dengar dari dua pekerja migran dari Bali bahwa peluangnya baik mulai dari salary yang bagus, jenjang karir bagus, semua kebutuhan dipenuhi. Nah ini bisa jadi opsi (PMI di kru kapal pesiar) jadi masyarakat harus lebih jeli dan lebih berhati-hati terhadap informasi bekerja di luar negeri”.

Larangan apakah sudah dilakukan?

Menteri Christina menyebutkan bahwa himbauan terhadap pembatasan tersebut telah sering kali disampaikan, termasuk sang menteri sendiri yang kerapkali menegaskan agar tak berkunjung ke Kamboja atau Myanmar dikarenakan maraknya kasus di sana serta kurangnya kemampuan dalam memberikan perlindungan kepada warga negaranya.

Tapi kembali kepada pribadi masing-masing, apakah sebegitu menyukai tantangan dalam hidup, mungkin ada tantangan-tantangan lain yang bisa dicoba daripada pergi ke Kamboja.

“Di tempat itu, bisnis dikendalikan oleh geng yang membuat segala sesuatunya sulit, terutama karena perjudian daring dimonopoli oleh para mafioso, serta penipuan daring yang juga mereka kendalikan. Kami pun kesulitan dalam berurusan dengan hal ini; kami harus melibatkan kepolisian dan pihak-pihak lain sebagai mediator. Ini agak rumit,” katanya.

Apakah telah disebutkan mengenai kemitraan G2G antara Indonesia dan Kamboja terkait para tenaga kerja migran?

Menteri Christina mengatakan bahwa kerjasama G2G dengan Kamboja belum terjadi dan tak direncanakan sampai sekarang. Ini disebabkan oleh adanya tiga parameter yang harus dipenuhi jika pemerintah ingin menandatangani perjanjian dengan negara lain.

Pertama, terdapat undang-undang di sana yang mampu memberikan perlindungan kepada para pekerja migran secara efektif.

Kedua, mereka memiliki perlindungan yang mencakup asuransi serta hal-hal serupa.

Ketiga, aspek kunci tersebut adalah proteksi.

“Belum ada tanda-tanda bahwa Kamboja dapat memenuhi standar tersebut. Oleh karena itu, belum dinaikkan ke tahap negosiasi untuk menyepakati perjanjian,” jelasnya.

Dan pemerintah tidak dapat sembarangan mengeluarkan larangan serta memberikan hukuman kepada para pelanggarnya melalui peraturan tersebut, sebab undang-undang yang berlaku menetapkan bahwa ketentuan-ketentuan semacam itu harus ditetapkan dalam bentuk Undang-Undang.

“Anjuran untuk menghindari hal-hal tersebut terus kami sampaikan. Namun, kami tidak dapat memberlakukan larangan secara hukuman jika ada orang yang ditangkap di Kamboja karena masalah hukum. Hal ini tak mungkin menjadi sebuah tindakan pidana tanpa adanya undang-undang yang mendukung,” jelasnya.

Menurut dia, hanya dengan memberikan peringatan lewat imbau-imbuhan saja sudah cukup, sebab apa yang menjadi kekhawatiran utamanya adalah dampak dari tindakan tersebut.

“Apa yang akan terjadin saat dia pergi kesana, layaknya cerita-cerita umum yang kerap kali kita dengar,” (*)

Kumpulan Artikel
Nasional

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright 2025 SLOT INSIDER
Powered by WordPress | Mercury Theme